“Dalang Galau Ngetwit”; Karya Sujiwo Tejo Sedikit Kisah Dibalik Pembuatan Buku memang tak ada hubunganya dengan Reggae, tetapi saya (Admin) ngefans sama Mbah Sudjiwo Tedjo.
Kawan mungkin sangat familiar dengan penulis ini, ya ia adalah
seorang dalang yang nyentrik dan seorang penulis yang produktif.
Beberapa karyanya sudah di terbitkan di beberapa penerbit. salah satunya
adalah penerbit Iimania. Buku pertama yang di terbitkan Iimania laris
di pasaran, serapannya bagus dan mampu membuat orang menjadi sedikit
ngawur tetapi benar. hahha, ya buku pertama Mbah adalah “Ngawur Karena
Benar”. Di dalam buku itu Sujiwo Tejo mengulas tentang
kengawuran-kengawurannya. Selama ini Mbah melihat bahwa kesantunan dan
berbudi pekerti itu, tidak lebih hanya sebagai kedok atau kepalsuan
belaka. mungkin saya menulisnya hanya lebih bersifat seremonial
ketimbang esensialnya.
Tina Talisa seorang presenter cantik itu bahkan mengomentari bukunya Mbah Tejo ini “Tulisan yang mengalir dan terasa kengawurannya dengan nyata. Mengacak-acak pikiran ke arah yang benar. Lain lagi dengan komentarnya Rosiana Silalahi. Ia berkomentar “Normalnya, melihat kengawuran itu menyebalkan, namun, saat yang di sebut normal itu justru merusak akal sehat, lalu kita mau apa? disinilah mengapa Seorang Sujiwo Tejo ada. Ia berani ngawur, menabrak batas normal yang sering penuh kepalsuan.
Setelah sukses dengan buku tersebut, Mbah Tejo kembali mengeluarkan bukunya lagi. “Dalang Galau Ngetwit”. menarik, dari judulnya saja, Sujiwo Tejo yang memang seorang dalang dan juga begitu aktif di dunia pertwiteran ini, selalu di tunggu-tunggu kicauannya. kicauannya Laksana Kenari, ia bernyanyi, keras menabrak sistem yang ada, namun kadang begitu romantis. Saya sangat berbahagia sekali dapat berkesempatan untuk menemani Mbah dalam proses kreatif buku itu di sebuah Villa di kaki Gunung Salak selama 4 hari 3 malam. Dalam prosesnya ini memang Mbah sangat disiplin sekali dalam mengatur waktu.
Pengalaman ini jelas sangat menambah wawasan dan pengalaman saya dalam kehidupan ini. Bagaimana bersahajanya Mbah, bagaiman ide-ide spontannya keluar, mengalir deras. Selama beberapa hari itu saya membacakan hasil twit-twit beliau untuk di jadikan naskah ini. Istilahnya di jahit. Proses kreatif itu sebenarnya adalah penyempurnaan saja dari proses yang panjang dan lama. Kemudian untuk finishingnya di lakukan di Villa itu dan kemudian di lanjutkan di rumah Mbah sendiri.Mas Fareid dan Mbak Tantri yang kesana. Proses itu selesai dan lahirlah buku itu Dalang Galau Ngetwitt.
dalam bab 41, Mbah berkicau “Jangan-jangan yang kalian sembah itu bukan Tuhan, tapi terduga Tuhan, pantesan berantem rebutan dugaan”. hahahaha, kicauan itu mungkin tidak pernah terfikir oleh kita, namun itu keluar dari seorang Sujiwo Tejo, seorang dalang yang sedang galau, galau karena seringnya mendengar kata “Terduga” sehingga Mbah mempunyai fikiran yang kita sembah itu mungkin saja terduga Tuhan, ckckckck. luar biasa. Nah dalam bab 45, Mbah juga berkicau tentang negeri yang baik “Di Negeri yang baik rakyat segala-galanya, di negeri yang tak baik rakyat segalau-galaunya”..hahahaha. hanya tinggal kita tambahkan huruf “U” saja perubahan makna menjadi luas dan liar. kadang pengguna twitter itu suka mengada-ada. Dengan kicauan-kicauan orang-orang itu, kemudian juga muncul ide dari seorang followers Mbah yang mengatakan bahwa Malaikat Roqib dan Atid menjadi ngnggur karena manusia mencatat amal-amalnya sendiri di TL.hahaha
Buku ini mampu membuat kegalauan kita semakin jadi, bahkan semakin akut di buatnya. kita akan mendapatkan pencerahan kegalauan dan pancarannya mampu membuat kita tersadarkan. untuk itu ada beberapa tokoh yang bersedia memberikan komentarnya terhadap buku ini.
Bapak KH Ahmad Mustopha Bisri seorang ulama, budayawan dan sastrwan di Rembang ini, berkomentar pada buku Mbah, “twit-twitnya di tunggu dengan berbagai karena. Ada yang menunggu-nunggu twitnya karena menyenangi urakannya, ada yang karena guyonannya. ada yang karena keseriusannya. ada yang karena nakalnya. ada yang karena romantisnya. ada yang karena cerita-ceritanya. ada yang karena kritisnya. ada yang karena falsafahnya. ada yang karena kearifannya..
Bapak MAhfud MD juga berkomentar “…Disampaikan secara edan-edanan, kadang mengumpat, kadang menyindir, kadang mengejek dirinya sendiri, tetapi mengandung pesan-pesan yang dalam. Dari halaman manapun mulai membacanya, kita bisa menemukan pesan-pesan penting dari buku ini. Setiap kalimat pendek, seperti yang di jatahkan untuk ngetwit, bisa di olah Sujiwo Tejo sehingga tetap menarik dan bernas.”
Lain lagi komentar dari Dewi ‘Dee’ Lestari. Ia berkomentar “Mengenal Sujiwo Tejo selama ini, baik secara langsung maupun sekadar menguntit celetukan 140 karakternya di twitter, saya berani menyimpulkan bahwa ‘dalang galau’ hanya sekelumit peran yang ia pilih dan sajikan untuk publik. Dimata saya, Sujiwo Tejo sesungguhnya adalah penelusur kalbu yang mampu berfikir merdeka, berkata merdeka, menghibur dan menyentil secara merdeka. dan untuk mencapai itu, yang dimilikinya tentu lebih dari sekadar kegalauan, melainkan pencerahan.
Sambil mendengarkan lagu anyam-anyaman nya mbah tejo, setelah menulis singkat ini aku hirup kembali narkopian ku sembari memandang kebelakang, pengalaman yang masih membekas bersama mbah di Kaki gunung SAlak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar